Dibuat di senja tadi dengan setengah sadar dan masih dalam keadaan sakau (akibat kejadian ini):
The Sinteron of Mahasiswa Tingkat Akhir
Gue ingin berbagi pahit, alias curhat dan semoga bermanfaat.
Especially nggak pake telor (itu
special yak?) buat rekan seperjuangan di mahasiswa semester tenggat, awal
memasuki tahun semester menjelang penantian, ataupun untuk yang ngga pernah
berakhir semesternya. Semoga bermanfaat untuk kalian, dan lebih menguatkan
menuju sarjana (semoga kalian bisa mikir untuk lebih semangat karena ngerasa
lebih mendingan).
Buat semua orang yang punya kesempatan, tolong hargai dengan sebaik mungkin, Cuma itu pesan yang bisa gue keluarin, karena ngga semua orang punya kesempatan.
Disarankan baca ini sambil
dengerin lagu homesick-Kings of Convenience biar lebih makjos!
Gue liat jam sekarang jam 6 alias enam jam gue tidur siang,
kayaknya kulit gue jadi hiteman bukan karena tidur di penggorengan, tapi
gara-gara sebelum tidur gue menjalani perjalanan menuju kosan dari kampus
dengan mengendarai si Betty (motor tambatan hati, as you know) 20 km/jam di
tengah terik matahari jam setengah dua belas. Sebenernya bisa banget gue ngebut
di panas-panasan karena jalanan lumayan lengang. Bukan karena macet, tapi mata
gue yang keliatan cuma air menggenang dan kayak
embun doang, Tepat, gue nangis selama perjalanan pulang sehabis ujian
proposal di kampus dengan hasil diterima dengan revisi.
Gue tahu segala terguran dosen penguji gue (kita perhalus
bahasa dan proses sidang karena ada kata-kata yang kurang sopan dan bikin
trauma bagi yang belum UP. hehe) adalah untuk pembelajaran agar lebih detail
dan spesifik untuk menjalankan penelitian. Gue juga nggak bodoh-bodoh amat,
tapi emang cukup bodoh untuk kategori diuji beliau. Sebagai S3, yang kayaknya
punya hobi koleksi gelar, gue yang belum sarjana sedang grogi adalah kategori
pas untuk dijadikan samsak selama proses sidang. Gue anggep proses cara
penyampaiannya ga usah dimasukin hati, dijadiin becandaan biar lebih rileks
aja, tapi intinya adalah dia memberi pelajaran yang banyak untuk ke depannya
agar lebih sempurna sesuai keinginan penguji karena dia merasa penelitian gue
kurang sahih. Kenyataan kecil yang baik adalah dengan skala presentasi publik,
yang nonton untuk mempermalukan gue secara mental cuma satu. Otomatis korban
stress akibat proses hitam sepanjang sejarah IKM juga satu, temen sepeminatan
gue yang malah jadi lemes dan jiper sendiri, di luar gue yang kayak bebek
cengengesan.
Tadi pagi gue berangkat dengan semangat yakin jalanin
presentasi dengan seluruh sisa-sisa pengetahuan yang ada dan katagori pasrah,
karena beban pikiran gue bukan untuk skripsi aja. Dengan niat yang baik dan
melihat segala rencana yang bisa dilakukan gue yakin pasti ke depannya banyak revisi,
tapi nggak nyangka bakal jadi se-dahsyat dah oh lalala besar kayak gini…
Judul Skripsi gue: Penurungan Kandungan Warna dan pH pada Limbah Pencelupan Kain dengan
Menggunakan Reaktor Anaerobic Baffled
Reactor dan Konsorsium Bakteri Aeromonas sp., Pseudomonas sp.,
Flavobacterium sp.
Hasil revisi gue secara intinya karena nggak mungkin kita
bahas secara ilmiah bahasa dosen penguji gue (gue yang penyaji aja butuh
penerjemah khusus sebenernya), gue harus
memperdetail penelitian gue dengan tiga kali lebih baik, penelitian dilakukan
pengulangan lima kali, dan aspek harus bener-bener dibuat segalanya terukur
(yes, karena pengetahuan sekarang udah canggih banget, gue harus itung bakteri
satu-satu buat masuk ke penelitian gue). Gue memang berpikir ini kesempatan gue
untuk belajar ilmu yang ngga pernah didapetin selama kuliah, karena lintas
disiplin ilmu (kimia-biologi-teknik lingkungan) ngga pernah difokusin dari
standar pembelajaran kampus gue. Tapi masalahnya adalah revisi yang harus gue
lakukan dengan telaah bakteri memerlukan penelitian kecil dulu (memakan waktu
paling sedikit sebulan) dan buat reactor pengolahan limbah baru yang spesifik
(harga rekonstruksi bisalah beli BB Gemini baru). Kenyataannya itu baru
persiapan dan revisi proposal penelitiannya aja toh?! Penelitiannya masih
panjang dan memakan waktu dan harga secara rupiah yang jelas.
Kenyataan revisi yang berat dan besar (penguji gue yang amazing mengakui bahwa penelitian kayak
gini harusnya buat gue ngga bisa tidur, dan dia ga habis pikir dengan keanehan
gue yang masih bisa santai-pelongo untuk presentasi). Okke mana tau sih gue
sampai sejauh itu untuk nerawang penelitian gue yang awalnya aja udah bikin gue
jiper, ditambah kenyataan pahit yang ngga kepikir otak sekarang, seluruh
penelitian gue fix bisa umrohin bapak gue dan waktu penelitiannya cukup untuk
ngelahirin cucu buat dia…
TU juga dengan santai menambahkan beban, paling lambat gue revisi
tanggal 22 Maret kalo mau lulus bulan agustus
dengan penelitian diitung dari pengumpulan revisi selama dua bulan
(HAH?! Penelitian gue aja 2,5 bulan minimal?!) Lagian, mana bisa gue ngeringkes
penelitian sebulan untuk bahan revisi jadi 2 hari, dari sekarang. Mungkin ibu
TU punya kepercayaan tingkat tinggi terhadap laci meja belajar nobita yang bisa
nembus waktu, oh pecinta komik doraemon mungkin (anggaplah seperti itu, gue ga
bisa mikir lagi).
Yes, finally gue down , dengan kenyataan gue gabisa lulus
agustus. Sebelumnya gue masih oke-oke cengengesan walaupun penelitian gue jadi
ajaib begitu, tapi kalo udah dihadepin kenyataan jadi mundur wisuda, lain
urusan. Pertanggung jawaban itu ada di keluarga gue, mau gue jungkir balik dan
apapun caranya, gue lakuin biar bisa wisuda agustusan, tapi mungkin Tuhan
berkata lain…
Gue bukannya malu untuk lulus paling terakhir di angkatan
sejurusan kesehatan masyarakat kalau harus belajar menghadapi tantangan, gue
juga ngga malu jadi gossip mahasiswa abadi, atau mahasiswa selebor dan sebrono
kayak biasanya karena santai babai dengan ala gue ngehadepin masalah, gue cuma
kepikiran satu. Adik gue pasti bakal kecewa banget kalo gue nggak lulus
Agustus, itu berarti dia gabisa kuliah, karena biaya kuliah kan gue yang cari.
Okke, gue emang agak insane, mana ada fresh graduate yang bisa ngehidupin mahasiswa lagi, untuk
ngehidupin dirinya sendiri adalah gonjang-ganjing perekonomian. Okke gue ga
perlu jelasin novel kehidupan gue mengenai hal ini, ini sinetronnya mahasiswa tingkat
akhir. Gue bukan pemimpi, gue udah ngerencanain dengan jelas apa yang harus gue
lakuin, mulai dari sambil kerja di bidang gue dari bulan juni (ini juga karena
keajaiban seorang ga tau apa-apa yang berusaha), dan sambil ngejalanin proyek
kecil dari dosen gue, gue punya CV lebih dari sekedar fresh graduate. Gue juga
terbiasa kerja rodi untuk ngehidupin diri gue sendiri sebagai hedonis akut
untuk ukuran perekonomiannya yang dibawah standar kehidupan mahasiswa. Dan
hasilnya plan life gue berantakan dan gue speechless, gue bener-bener ngga tahu
harus rombak rencana kayak gimana, dan untuk lingkungan gue yang berbeda jauh
dengan cara pemikiran gue, gue gatau harus cari solusi ke mana. Ke keluarga
gue? Mana tega gue ngabarin, kalo gue butuh tambahan uang seharga backpackeran
keliling eropa. Kondisi keluarga gue yang ngga pernah fit semenjak ditinggal
nyokap yang jadi bank kita selama ini, jadi lebih gonjang-ganjing dengan
seluruh masalah yang ada di keluarga sekarang. Lo tega jadi gue? Atau lo lagi
mabok ganja yah makanya ngaco…
Solusi bukan ninggalin semua yang dijalanin, walaupun sampai
sekarang belum ada titik terangnya. Walaupun gue lagi dipinggir jurang, gue
masih secara sadar dan punya otak untuk ngga terjun. Gue bakal cari cara,
apapun gue bakal lakuin (secara halal) buat nyelesain segala masalah gue. Dan
mungkin lo harus baca blog gue yang –my kryptonite- untuk tau kenapa gue
sebegitu ngoyo-nya untuk berusaha di dunia yang bahkan ga gue pernah inginkan.
Kalo kata dosen penguji gue yang secara tepat menguji hidup
gue bilang, biar susah dulu buat lenggang kakung setelah ini. Pembimbing gue
yang seperti solusi juga nambahin untuk tetap semangat dan gue pasti bisa. Terimakasih untuk Sari menjadi satu-satunya yang
sudah nonton dan mengerti berkomentar hidup gue udah kayak sinetron yang ngga
ada celah bahagianya. Tenang sar, ini belum sinetron soalnya ngga ada kisah
cinta dua sejoli yang memperkeruh keadaan kok. *senyum gigi*
Semua masalah pasti ada jalan keluarnya. Allah aja janjiin toh, bahwa Dia nggak bakal ngasih cobaan di luar batas kemampuan umat-Nya. Gue sangat amat percaya akan kenyataan itu, kepercayaan gue tingkat tinggi sama Allah dari dulu.
Aisyah, pemeran utama sinteron mahasiswa tingkat akhir yang
percaya dan berandai semoga kehidupannya bakalan kayak film The Pursuit of
Happiness J
Nb: Oh jangan ditanya tentang selingan gue yang suka ngaco
terhadap kisah cinta yang intrapersonal (alias kisah ga move on), ini bakal di
luar bahasan otak gue. Alhamdulillah yah? HAHAHA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar